SABDA lagi serius!!!

Mencoba untuk berbagi, mencoba untuk kembali, mencoba untuk pulang, mencoba untuk memindahkan ide dan materi dalam kata, mencoba untuk SEMPURNA


Indahnya bulan yang kau lihat, jangan sampai mebuatmu tertipu. Dia mempunyai rona-rona hitam yang mungkin adalah sebuah borok yang akan membuatmu muntah bila kau korek.

Indah bintang yang menemaninya, jangan sampai membuatmu takjub. Sinar yang dia miliki dan pancarkan, begitu sulit menembus bumi hingga dia bertekuk lutut pada mentari siang hari.

Alam yang kau kira begitu bergembira dengan nyanyian-nyanyian malamnya, menyimpan begitu banyak misteri dan siapa saja bisa terjebak di dalamnya.

Hancurkan indah mereka , buka topeng mereka, ajak mereka bersamamu merenungi ketidak adilan yang kau sebut "Tuhan".

Untuk beberapa hal, saya sepakat dgn ketidakadilan…
Tapi, ketidakadilan sepihak menjadi sangat adil dipihak yang lain…Menjadi bagian dari kesempurnaanmu bagiku adalah niscaya. Semakin kau terang bagiku, gelapku tak mengapa…semakin kau bahagia, linangan air indera penerima cahaya tak jadi soal untukku…begitulah aku, menjadi untuk menyatu.

Seperti seorang ibu, yang tak pernah meminta imbalan dan sering tersakiti oleh anak-anaknya… aku telah diberi kekuatan untuk menjadi seorang ibu di depanmu…
Engkau boleh melihatku seperti indahnya bulan, indahnya bintang dan mendengar merduan nyayian alam…tapi kau tak akan pernah tahu tentang diriku apabila kau tidak berada dalam gelapnya malam yang sunyi.

Seperti seorang pelacur di depan taman makam pahlawan, mereka lebih tahu tentang hidup, cinta dan ketidakadilan dibandingkan kau, kalian dan mereka yang setiap waktu sebenarnya telah ‘melacur’…entah pada tatanan sosial yang kau ciptakan atau pada dominasi kesadaran yang mereka ciptakan untukmu agar kau dan kalian terlihat (bede’) lebih keren dan modis.

Adalah ruang dimana kita setiap waktu menjadi pelacur
Adalah mutlak setiap kata mengidentifikasikan kita adalah pelacur
Adalah topeng kehidupan yang kita gunakan untuk menutupi wajah sang pelacur
Adalah busana yang melekat pada badan kita demi memperlihatkan bahwa kita adalah pelacur…

Selamat Datang Di Dunia Pelacuran…


“Bersama menuju reformasi total”….seperti itulah teriakan-teriakan para kaum intelektual berjas merah di bawah terik matahari . Seakan-akan, panas dan debu bercampur menjadi peluh menjadi santap siang yang sangat nyaman. Jalan poros utama yang menghubungkan Makassar dengan daerah-daerah ‘bawah’ seperti berkilo-kilo cabai yang telah diblender.

Yuppzz..bertepatan dengan Hari Anti Korupsi sedunia, ribuan mahasiswa berjas merah menaklukkan Makassar dengan modal sepatu, keringat dan semangat untuk tanah air INDONESIA. Longmarch dari ‘rumah’ tamalanrea yang sedikit lagi di swastanisasi, sampai ‘rumah rakyat’ karebosi yang telah dikuasai kaum kapitalis menunjukkan keseriusan mereka untuk mengajak masyarakat makassar bergabung dan bersama-sama untuk melakukan perubahan.

Ketika tiba di depan ‘kantor pelayan-pelayan masyarakat’, ratusan mahasiswa gabungan dari beberapa universitas (terlihat dari beragamnya warna jas almamater yg digunakan) terlihat untuk mencoba memaksa masuk kedalam kantor tersebut. Dan ‘chaos’ pun terjadi. Apalgi setelah diketahui kalau ‘si tuan rumah’ tidak berada di tempat, kekecewaan dapat merubah apasaja, ya…kalau itu harus merusak. Tapi yang menarik, ribuan mahasiswa berjas merah yang tergabung dalam “Aliansi Reformasi Total” sama sekali tidak terpancing akan ‘chaos’ tersebut. Sebuah perubahan gerakan aksi yang sangat mengesankan.

Melihat dan memperhatikan mereka yang berjas merah…sungguh membuatku kagum. Keringat itu, langkah-langkah itu, teriakan itu dan kepalan tangan itu… sungguh, itu adalah kata-kata moral dan nurani yang tak cukup dibahasakan oleh mulut. Konflik internal yang selama ini terjadi antara mereka sendiri yang berjas merah, semuanya dikubur dalam-dalam (syukur-syukur kalo ngga ada yang gali lagi) semuanya melebur dalam dahaga dan kerinduan bersama akan perubahan dan teriakan “UNHAS bersatu tak bisa dikalahkan”….

Titik aksi terakhir di karebosi. Mimbar bebas yang dilakukan begitu menggelora tribun dan semangat kaum berjas merah… semuanya berakhir dengan indah, hingga pulang dan kembali ke ‘rumah’ tamalanrea. iyyyyaaaa…

Ganti Scene…fis IV 204…malam hari…

Beberapa orang mahsiswa menonton televisi, lebih tepatnya mencari liputan berita tentang aksi tadi siang. Tidak beberapa lama, pencarian pun berakhir. Salah satu tv swasta mengangakat berita aksi tadi siang dan wawancara eksklusif oleh yang katanya korlap aksi…

Headline beritanya seperti ini…” Jakarta damai Makassar ricuh”….
Ternyata, apa yang teman-teman berjas merah lakukan sangat tidak menarik bagi para ‘manusia televisi’…mereka lebih suka menunjukkan kekerasan dan kericuhan…sedang aksi damai, ‘ke laut aja deh…’ Makanya, tidak heran apabila aksi mahasiswa kebanyakan ujung-ujungnya mungkin di setting ‘chaos’. So…




Malam kian terpinggirkan oleh seberkas cahaya mentari dari sela-sela fentilasi ruang itu.Perlahan dan perlahan, cahayanya mulai membasahi seluruh tubuh. Di luar ruang itu, samar-samar terdengar obrolan dari maunsia-manusia pengabdi pengetahuan penuntut ilmu walau tidak semuanya dari apa yang mereka bicarakan mengenai ilmu dan pengetahuan, bahkan sangat jarang terjadi.Mata masih sangat lelah untuk berfungsi secara normal atau bisa jadi karena jiwa dan akal yang tidak terbiasa
untuk beraktifitas sepagi ini, ya...waktu menunjukkan pukuk 07.32
menit.Ehmm...menurutku ini masih sangat pagi mungkin buta.

Dengan kekuatan mata yang ada sisa dari pergumulan jiwa dan raga dengan tulisan dan teks redaksi yang terus diaktifkan selama 4-5 jam bersama dengan lima indera tadi malam, aku mencoba untuk menyusuri tiap-tiap materi yang ada di ruang itu bersamaku.1..,2..,3..,4... manusia unggul ciptaan sang ADA (begitu aku menyebut mereka dalam tulisan ini) masih terkapar mesra bersama khayal dan air liur yang membasahi sela-sela bibir.mereka seperti seonggok daging ternak yang siap untuk dilelang yang kemudian dikonsumsi entah untuk apa.Mungkin untuk santap malam acara keluarga atau juga menjadi makanan hewan peliharaan para cina di kota ini.

"Huaaaa..." mulut yang tidak tahu etika ini terbuka lebar dan sangat besar.Anda pernah melihat tayangan discovery channel yang mengekpos tentang kuda nil yang sedang bersenda gurau di sungai-sungai afrika sana? Yupzzzz...seperti itulah penggambaran tentang gerak pertama mulutku di pagi itu.

Kembali kuperhatikan ruang itu, tapi posisiku telah berbeda dari yang tadi. kali ini aku seperti lebih siap untuk segera bangkit dari tidur ku dan segera berdiri.Televisi, dispenser,jam dinding,kaerpet merah,pintu yang masih tertutup dan bungkus rokok yang berserakan menjadi aksesoris menarik dari formasi tidur manusia unggul ciptaan yang ADA. Perlahan aku menggerakkan kakiku dan memmilih-milih jalur yang tepat untuk berjalan.Jangan sampai mengganggu tidur para manusia unggul ini atau bisa juga jangan sampai menginjak seonggok daging ini karena selain akan mengotori kakiku juga akan mengurangi harga jual.

Berjalan ke belakang menuju ruang kecil. Sangat hati-hati. Kepala ini bereaksi cepat ketika mengetahui kalau kaki ini sudah tidak dapat melangkah lagi lebih jauh karena formasi tidur beberapa manusia unggul lainnya menghalangi satu-satunya jalan masuk.Kembali memandangi ruang kecil itu,sambil mencari-cari, tapi entah apa yang kucari.Tidak ada yang berbeda dari semalam,kemarin malam dan kemarinnya lagi.Kuputuskan saja untuk segera meninggalkan ruang itu walau aku tahu aku akan kembali ke ruang itu.

Kubuka pintu ruang itu, pintu dimana menjadi jembatan penyambung antara dunia nyata dengan dunia tiruan. "Wah...." cahaya mentari menyapaku begitu kasar membuat mata ini langsung berair dan segera tangan ini menghalangi cahayanya.Perlahan mata ini mulai merespon cahaya yang masuk,mengaturnya dan mengembalikannya dalam bentuk warna, normallah kembali. Kulangkahkan kaki perlahan menjauhi ruang itu.Tidak sampai 7 langkah, aku kembali berbalik memandangi ruang itu.

"terima kasih kau telah mengajarkanku banyak hal.
terima kasih kau telah membuatku mempunyai sahabat dan musuh
terima kasih kau telah membuatku tertawa dan menangis
terima kasih kau telah memilihku dan mendidikku

mohon maaf aku akan meninggalkanmu...entah kapan
mohon maaf aku akan kembali...entah kapan"



Ketika manusia-manusia satu wajah beberapa topeng datang kepadaku dan berkata,

”hai manusia dangkal, tidak kah kau tau bahwa hari ini adalah hari dimana petir milik sang dewa membakarmu dan menjadikan system peredaran darahmu tak mengalir untuk selamanya. Kau pun membusuk dan menghilang dari pertiwi dimana hanya baumu yang selalu membuat manusia disekitar ingin muntah dan memakimu?”

Aku pun menjawab,

“Tidak. Yang aku tahu wahai manusia-manusia penuh muslihat, hanya karaeng ta’ Ala yang mampu mengembalikanku kepadaNYA, bukan dewa petirmu apalagi rayuan mautmu…
Salah satu dari manusia-manusia satu wajah beberapa topeng itu kemudian maju beberapa langkah mendekatiku dan mengeluarkan badiknya dari sarungnya, yang dengan sekejap ujung badik tersebut telah berada di urat leherku.

Mungkin ini yang dikatakan terancam…

Tapi, mengapa aku hanya diam saja.Bahkan batang leherku perlahan-lahan terus menekan runcingnya mata badik tersebut.Tak ada detak jantung yang semakin cepat dan kencang,semuanya normal saja dan tenang dalam balutan suara puja puji untuk sang DIA…

Aku yakin karenaNYA untuk terus bersama walau darahku dalam hitungan detik bisa saja berhenti siklusnya.Karena mereka tidak pernah tau betapa besar cinta ini untukMu….